by: Dwi
Pagi
datang lagi, matahari mulai menampakkan suryanya menembus cela-cela jendela
kamarku. Kriiing….kriiiing…kriiiing…
nampaknya jam beker disamping ranjangku ikut memeriahkan pagi dengan suara
nyaringnya.
“huuuuaaaaaahhhhh”, aku menguap mengambil
beker dan langsung mematikannya . Aku
beranjak menuruni ranjang kesayanganku dan
membuka jendela kecil dikamarku untuk melancarkan sirkulasi udara yang
masuk.
“Nova,
sudah bangun nak…” sambut ibuku penuh senyum menghampiri ku yang sedang melihat
suasana luar dari balik jendela.
“Hmmm,
iya buk..” jawabku datar. “ibuk nggak kerja ???” tanyaku kembali.
“Iya,
ini mau berangkat. Kamu hati-hati ya nak sekolahnya. Belajar yang pinter. Bekalnya
udah ibuk siapin di atas meja” Kata ibu, memberikan nasehat dipagi hari untukku
sambil mengelus rambut ikalku.
Aku
hanya tersenyum, tanpa mengeluarkan sedikitpun kata. Aku selalu berfikir
‘kenapa aku terlahir dari keluarga miskin seperti ini. aku malu selalu jadi
bahan hinaan teman-temanku disekolah’. Melihat ibu sudah meninggalkanku dikamar, aku langsung
bersiap-siap kesekolah .
Setelah
menyiapkan segala keperluanku. Aku segera berangkat menuju sekolah dengan mengayuh
sepeda tua pemberian ayahku. Di tengah perjalanan, ada mobil yang sengaja
menyerempetku hingga membuatku jatuh terluka kesakitan. “Ya Alloh, kenapa sih
didunia ini orang kaya selalu aja
menindas orang miskin kayak aku??? Kenapa mereka semua jahat !!! apa
orang miskin nggak layak buat hidup kayak mereka?” ocehku ditengah jalan sambil
berusaha berdiri dengan menahan rasa sakit dilutut kananku. Aku sadar diri
kalau aku minta pertanggung jawaban atas kejadian ini, pastilah urusan nya akan
panjang.
Sampai
didepan gerbang sekolah aku melangkahkan kakiku menuju kelas sambil mencoba
menahan perihnya luka yang tergores di kakiku. “Nova…” panggil seorang cewek
dari belakang mengagetkanku. “Lo kenapa Nov ? sini biar gue bantu .” Tanyanya. “Eh Ica, makasih ya Ca . Gue nggak kenapa-napa
kok tadi cuma jatuh aja dari sepeda.” Balasku menutupi semua yang telah
terjadi. “Kok bisa ???” Tanya Ica kebingungan. “Biasanya lo juga naik sepeda
nggak pernah sampek jatuh tuh.” Tambah
Ica tanpa mendengarkan jawabanku dulu. “Iya, mungkin gue banyak pikiran kali.
Jadinya nggak konsen deh ngayuh sepedanya.” Balasku meyakinkan. Ica hanya
tersenyum menganggukkan kepalanya.
Tiinnn…tiiiinnnn….tiiinnnn…
Suara
klakson mobil, mengagetkan kami berdua yang sedang berjalan menuju kelas.
“Ya
ampunn, siapa sih ??? sombong amat !” gerundel Ica menengok ke arah mobil yang
ada dibelakangnya.
“Eh,
anak kampung ! lo pikir ni jalan nenek buyut lo ! minggir dong !!!” Ucap
seorang cewek dari balik mobi mewah yang melintas menuju tempat parkir sambil
mengegas kencang mobilnya membelakangi aku dan Ica.
Aku
hanya bisa diam sejuta kata, menahan sakit hati mendengar perkataan yang
terlontar dari cewek angkuh itu. ‘itukan , mobil yang tadi nabrak aku ??? plat
nomernya juga sama.’ Aku mulai teringat sesuatu dan tak memperhatikan arah
jalanku. “Dasar cewek angkuh, nggak tau diri !!! Bisanya cuma pamer !” omel Ica tidak terima,
membuyarkan lamunanku. “Udahlah Ca, biarin. Lagian kita juga kok yang salah.”
Kataku merendahkan mencoba menenangkan Ica. “Ha??? Kita yang salah. Eh Nov,
jalannya tuh masih lebar dia bisa aja lewat sana .” Tambah Ica meluapkan
kekesalannya.
Akupun
patut dengan kata-kata Ica, dan hanya bisa menganggukkan kepalaku.
‘Braaaakkkk’
Ica melemparkan tas ke bangkunya. Dia terlihat amat sangat kesal atas kejadian
tadi. “Udah Ca, yang sabar nggak usah diambil ati. Lo digituin aja ngambeknya
nggak habis-habis. Gimana kalo jadi gue,
setiap hari jadi bahan hinaanya Angel dan kawan-kawannya.” Kataku berusaha
menenangkan Ica sambil mengelus
pundaknya. Sebelum Ica sempat menjawabku
, guru mata pelajaran fisika Bu Leni datang ke kelas. Semua anak dikelas yang
tadinya gaduh, berhamburan di sana-sini seperti suasana pasar minngu, dalam
sekejap menjadi rapi menduduki bangku mereka masing-masing.
“Selamat
pagi anak-anak..” sapa Bu Leni dengan wajah judasnya sambil memamerkan senyuman
termanisnya.
“Pagi
Buuuuuu.” Balas semua murid XI-3 secara bersamaan.
“sssstttttt,
ade ape ni.? Tumben banget guru evil tebar senyum ke kita-kita.” Bisik Ica
mengagetkanku. “Udah diem, ntar kena lu.” Balasku berbisik mengingatkan Ica.
“Nova dan Ica ! Mau gantiin Bu Leni ngomong ya ??? Kalo kalian yang ngomong,
lebih baik ibu diam.” teriak Bu Leni menatap tajam mataku dan Ica
“Nah
Lo, kena juga kan ? apa gue bilang.” Gerutu ku pada Ica setengah berbisik.
Aku
dan Ica hanya menundukkan kepala, seluruh bulu kudukku merinding mendengar si
monster marah. “Dengar ya anak-anak Bu Leni nggak mau lama-lama berdiri disini.
Maka dari itu, jangan ngomong sendiri ! Kehadiran Bu Leni disini, yang pertama
untuk menyampaikan tugas dari Bu Virji supaya kalian mengerjakan LKS Bahasa Indonesia bab 2 karena
beliau berhalangan untuk hadir hari ini. Yang kedua kalian akan kedatangan
teman baru.” Jelas Bu Leni panjang dikali lebar.
“Sini
Aurel perkenalkan diri kamu .” Panggil Bu Leni kepada seorang anak perempuan yang
dari tadi sudah menungu diluar kelas.
‘Haaaaaaaaaa, aku bakalan satu kelas
sama anak kaya sombong yang udah nabrak aku tadi pagi ??? Nggak mungkin !!! Aku
bakalan jadi bahan hinaan dia dikelas.’ Batinku menjadi-jadi. Rasa tidak
terima, tidak suka, dan rasa rakut berputar menjadi satu dalam pikiranku. “WHAT ?? Satu kelas sama anak
itu ??? Dia kan yang tadi pagi ngeledekin kita !!!” Teriak Ica keheranan
lagi-lagi mengagetkan dan membuyarkan lamunanku. “Iya. Bener Ca,” jawabku
datar.
“Nasyila
Bramantyo ! Nova Kurnia ! Ada yang mau kalian tanyakan ???” Panggil Bu Leni
setengah membentak mengalihkan pandangannya ke arah Ica dan aku yang dari tadi
ngedumel nggak jelas. Semua matapun tertuju padaku dan Ica. Lagi dan lagi aku
dan Ica Cuma bisa menundukkan kepala menahan malu.
“Ibu
lanjutkan lagi ya kalau begitu. Nah tadi di awal pembicaraan ibu sudah bilang akan ada siswa baru dikelas ini. ayo
sini perkenalkan namamu pada teman barumu.” Kata Bu Leni mempersilahkan siswa
baru itu memperkenalkan dirinya didepan teman-teman yang lain.
“Masih
jaman ya bu, ngenalin diri didepan kelas kayak anak TK gini. Saya udah kelas XI
bu, udah nggak perlu kayak gitu-gituan.” Kata si cewek angkuh dengan nada
tinggi
Semua
anak yang ada dikelas tersentak kaget mendengar omongan kasar yang terlontar
dari si cewek angkuh itu. Karna baru kali ini ada seorang siswa yang berani
membantah seorang Bu Leni, guru yang terkenal galak di SMK Cakrawala. Tampaknya
Bu Leni tidak marah, dia hanya agak terkejut. “Terus, kalau guru atau temen
kamu ingin manggil kamu. Gimana ? cantik-cantik kok nggak punya nama ?!” Balas
Bu Leni, menahan emosinya. Aku akuin guru ini paling bisa ngomong. Selalu ada
aja yang bakal di lontarkan dari mulutnya. “Nama gue Aurel , gue pindahan dari
SMA 45.” Kata cewek itu, sambil masang muka sinisnya. Bu Leni hanya tersenyum
dan kemudian menyuruhnya duduk. “Silahkan duduk ditempat yang kosong.” Kata Bu
Leni pada murid baru itu. Setelah semua siswa duduk ditempat mereka
masing-masing, Bu Leni kembali mengoceh panjang dan lebar. “Baik, ibu tidak
akan lama-lama disini. Karna Bu Leni masih banyak urusan, jadi kerjakan tugas
yang tadi ibu perintahkan. MENGERTI !” Kata Bu Leni meninggikan volume suaranya
dan mendobrak papan tulis dihadapannya.
“BAIK
buuuuu.” Jawab semua anak XI-3 serempak setengah kaget. Guru itupun akhirnya
meninggalkan kelas. Aku merasa sangat
lega, sementara Ica mengelus
dadanya merasa lega juga guru itu cepat pergi dari hadapannya.
Tetttt…..tettt….tet…..Waktu yang
dinanti semua murid telah tiba yaitu waktu istirahat. Mendengar bel berbunyi
semua murid berhamburan keluar, ada dari mereka yang pergi ke kantin, ke
perpustakaan atau yang menetap dikelas sambil bergosip. Berbeda denganku, aku
jarang ke kantin seperti yang lainnya, walaupun begitu aku menetap dikelas
bukan untuk bergosip. Tapi menikmati bekal yang sudah disiapkan ibuku. Aku
lebih suka membawa bekal dari rumah daripada harus mengeluarkan uang jajan
untuk membeli makanan dikantin. “Ke kantin yuk.” Ajak Ica. “Nggak deh Ca, gue
mau makan bekal buatan nyokap gue dikelas. Lo sendirian ke kantin nggak pa-pa
kan ??? Sorry ya.” Balasku merasa tidak enak menolak ajakan Ica. “Ya udah deh,
ke kantin dulu ya gue.” Tambah Ica berjalan gontai keluar kelas, perlahan
menghilang dari hadapanku.
“Aeeemmmm,
nggak punya uang ya buat ke kantin ??? Mangkannya bawa bekal dari rumah.
hahahaha” Teriak seorang cewek mengagetkanku yang sedang melahap sesuap nasi
dari kotak bekal di bangku. Seperti biasa, aku selalu mendapatkan ledekan,
hinaan, dan cacian dari mereka. Yah mereka, siapa lagi kalau bukan Angel,
Laura, dan Vega tiga orang yang nggak pernah capek-capeknya menindas orang
miskin kayak aku.
“Coba
liat gimana sih kalo orang miskin makan ???” Ejek Vega mendekati tempat
dudukku. “Idiiiiihhh, lauknya cuma tempe dikasih kecap lagi. Nggak level banget
deh.” tambah Laura ikut mengejekku. Mereka terlihat puas, mengejekku
mati-matian disaksikan teman-teman yang ada dikelas. “Kalian kenapa sih ???
Benci banget kalo ngeliat aku ha ??? Emang aku pernah salah apa sama kalian !!!”
teriakku keras meramaikan seisi kelas mencoba menahan air mata yang sebentar
lagi akan menetes. “Wow… udah berani ngebentak nih ??? Dasar si miskin nggak
tau diri !!!” Kata Angel dengan angkuhnya melototkan matanya ke arahku.
“Ada
apa sih ni ??? Gaduh banget .” seseorang berkata dari belakang melangkah
mendekatiku. “Lo siapa ???” Tanya Laura kepada orang itu. “Gue Aurel, murid
baru dikelas ini.” Balas Aurel jutek. “Oh, lo Aurel keponakannya Pak Navy
kepala sekolah kita itu ya ??? kenalin gue Vega.” Tambah Vega, mengulurkan
tangannya tanda perkenalan. Namun, Aurel nampaknya ogah bersalaman dengan Vega
yang sok kenal itu. “Nova Kurnia, kalo nggak salah lo anak beasiswa ya.?” Kata
Aurel memandangi identitas ku, dan ikutan meledekku. “Bentar deh, menurut sepengetahuan
gue SMK Cakrawala ini tempat orang keren, gaul, dan tajir. Tapi kok gue nemuin
orang kayak lo sih disini !” Tambah Aurel memakiku. Aku lemah, aku tak bisa
berbuat apa-apa untuk membela diriku
sendiri, hatiku telalu sakit mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut
mereka berempat. Sempat terpikir olehku, Aurel akan membantuku melawan tiga
orang smbong ini. tapi pada kenyataannya, dia malah ikut menindasku. Semua anak
yang berada dikelas mentertawakanku.
“Heh,
ngapain kalian ditempat duduk gue. Cepet minggir !” teriak Ica menghampiri
empat orang cewek yang sedang meledekku mati-matian didalam kelas.
“Lo
bertiga !! nggak ada puas-puasnya gangguin Nova ?!” Ica membelaku dan
mengancungkan tangannya ke arah Angel,
Laura, dan Vega. Selera makanku hilang seketika, aku langsung berlalu dari
hadapan mereka, berlari sejauh mungkin untuk segera mengeluarkan air mata yang
sudah tak bisa ku tahan lagi.
Selama
jam akhir, aku tidak mau kekelas. Aku merasa malu atas kejadian tadi, aku
mengurung diriku ditoilet sekolah hingga jam pelajaran untuk hari ini usai.
Setelah kubuka pintu kamar mandi itu, aku dikagetkan dengan sosok cewek berdiri
dihadapanku sambil membawakan tasku. “Lo darimana aja Nov. kok dari tadi nggak
keliatan selama jam pelajaran. Ni tas lo” Kata cewek itu, menjulurkan tas
milikku. “Eh Ica, gue nggak kenapa-kenapa kok Ca.” Balasku memalingkan mukamenutupi
mataku yang memerah karna terlalu lama menangis. “Yakin ??? muka lo pucet Nov. Mata
lo sembab ?! Gue anter lo ke rumah ya.” Ica mengkhawatirkan keadaanku. Aku
hanya menggelengkan kepalaku dan
bergegas pulang mendahului Ica.Nampaknya Ica telah mengerti kedaanku saat ini
dan dia tidak bertanya-tanya lagi membiarkanku pulang lebih dulu. Aku
melangkahkan kakiku menuju tempat dimana aku memarkirkan sepedaku. Dengan luka
dikaki yang semakin parah, aku menahan rasa perih itu dengan mengayuh sepeda tuaku menuju rumah. Disepanjang perjalanan,
tetes demi tetes air mata mulai membasahi pipi merahku. ‘Kenapa sih aku
terlahir dari keluarga miskin ??? Ibuku cuma jadi tukang gorengan.
Pendapatannya selalu aja pas-pasan. Aku pengen kayak temen-temenku ya Alloh.
Aku pengen mendapatkan apa yang aku mau, tanpa susah-susah cari uang dulu.!’
Gerutuku.
Sampainya dirumah, luka
di kakiku tak terpikirkan lagi. Ku percepat langkahku menuju kamar tanpa
menghiraukan ibu yang sedang sibuk membuat adonan kue diruangan kecil yang
kusebut ruang tamu. Langsung saja ku
dobrak pintu kamarku keras-keras dan mengunciya rapat-rapat. ‘Braaaakkkkkk’ aku
mendobrak pintu kamarku membuat ibu terkejut melihatnya. ‘Ada apa ya ??? Nggak
biasanya Nova bersikap seperti itu ???’ Tanya Ibu dalam batinnya.
Tok…tok…tok…
Seseorang
mengetuk pintu kamarku yang terkunci. Namun, aku enggan membukanya. Aku
menghempaskan tubuhku di atas ranjang kesayangannku dan menutupi wajahku dengan
bantal merah jambu pemberian Ica, sahabatku. “Nak,, kamu kenapa ??? Apa ada
masalah ?! Ayo cerita sama ibuk.” Tanya Ibu mencemaskanku dari luar kamar
sambil berusaha membuka pintu kamarku yang terkunci rapat. Namun aku tak mau
berkomentar sedikitpun, hingga ibu mengulangi pertanyaannya lagi. “Ayo, buka
pintunya. Mungkin ibu bisa bantu.” Pintanya.
Dengan
langkah gontai, kuturuni ranjangku dan menuruti perintahnya. kubuka pintu kamarku, hingga aku dan ibu
saling memandang. “Ada masalah apa Nov ??? Cerita sama ibuk.” Tanyanya lembut.
“Nova
malu bukk.!” Bentakku spontan pada ibu tanpa menatap sedikitpun wajahnya.
“Malu
kenapa nak ???” Ibu menjawabku dengan
sedikit terkejut. “Aku malu buk ! hidup miskin kayak gini terus!!! Aku
tuh pengen kayak temen-temenku ! yang punya segalanya, yang bisa memiliki apa
yang mereka mau !! Ibuk tau ! aku selalu jadi bahan hinaan mereka disekolah !
karena aku ini cuma anak seorang penjual
gorengan !!! dan aku nggak pates bergaul sama mereka !” Protesku pada Ibu .
“Nova…!
Jangan bicara seperti itu nak ! Kita memang miskin, tapi kita tidak pernah
merepotkan keluarga mereka !” Ibu menasehatiku, dan perlahan menitihkan air
mata kesedihannya. Aku hanya memalingkan muka tak menghiraukan tangisnya. Dua
hari setelah percek-cokan ku dengan ibu, kondisi kesehatan ibu menurun drastis. Nampaknya penyakit lama
yang dideritanya kambuh lagi. Aku semakin kesal melihatnya, berbaring lemah
diatas ranjang.
“Kapan sih buk ! sekali aja nggak ngerepotin
Nova !!! Gara-gara ibuk sakit ! Nova nggak bisa belajar .” gerutuku memaki ibu.
“Maaf nak, ibuk juga nggak menginginkan
semua ini terjadi ! Tapi, kali ini,,
ibuk bener-bener nggak kuat.” Katanya lembut semakin pelan suranya. Aku tak
menggubrisnya, dan melangkah kedapur mengambilkan segelas air minum unutuknya.
Menjelang malam, perasaanku tak karuan, aku sangat mencemaskan keadaan ibuku.
Sesekali aku menengoknya didalam kamar, aku merasa kasihan melihatnya. Wajahnya
terlihat pucat. Kemudian, akumendekatinya hingga membuatnya terbangun. “Ada apa
Nov.? sini mendekat” Tanya Ibu lembut,
membelai rambutku. “Maafin Nova ya buk .. Nova belum jadi anak yang baik
seperti yang ibuk ingin. Ibuk nggak usah
mikirin kata-kata Nova yang kemarin ya buk. Nova yang salah buk.” Sesalku
menciumi tangan ibu yang lemas. Ibu hanya diam, dan mengusap air mata yang
mengalir dipipiku.
“Nov, coba deh kamu liat lemari ibuk. Disitu
ada celengan bentuk ayam, kamu ambil dan bawa sini.” Katanya menyuruhku, akupun
menuruti perintahnya. Ku buka lemari dan ku ambil sebuah celengan yang ibu
maksud, kemudian kuberikan padanya. “Celengan ini, berisi uang tabungan ibu dari jualan gorengan selama ini.
Sekalipun, ibuk nggak pernah memecahnya, apalagi menghitung jumlahnya. Tapi,
ibu rasa uang ini cukup untuk biaya sekolah
kamu kedepan.” Kata ibu pelan, menyerahkan kembali celengan ayam padaku.
“Ini uang nya buat ibuk berobat aja . Nova
bisa kerja sendiri kok buk, kalo butuh uang.” Balasku lembut sedikit
sesenggukan. “Ibuk nggak mau berobat… Ibuk udah nyaman kok.” Balas Ibu
tersenyum memandangiku. Sebelum sempat ku jawab ibu berpesan “Nov,,, kalau
besok ibu udah nggak bisa nemenin kamu lagi. Jangan sedih ya nak.! Karna ibuk
tau, kalo Nova anak yang kuat dan tegar. Nova harus pantang menyerah dan selalu
sabar menghadapi segala hal.. Satu lagi pesen ibuk,, Nova nggak harus
selalu memandang orang yang ada di atas
kita, tapi pandanglah orang yang berada dibawah. Masih banyak orang yang kurang
beruntung dari kita. Karna dengan sikap seperti itu kita akan selalu bersyukur
atas segala kenikmatan yang telah kita miliki.”
“Ibuk
jangan ngomong seperti itu ah. Nova nggak mau kehilangan ibuk..” Balasku lembut
mencoba menghilangkan kegundahan hatiku. Malam itu, aku tidur satu ranjang
dengan ibu, aku tidur nyenyak dipelukannya. Menjelang pagi, aku bangun lebih
awal dari ibu. Kakiku mulai melangkah menuju sebuah dapur kecil. Ku buatkan
semangkuk bubur special untuk ibu. “Pagi buk, Nova udah siapin sarapan nih buat
ibuk. Dimakan ya buk.. Nova mau mandi dulu siap-siap buat sekolah.” Kataku
membangunkan ibu, yang sedang menikmati mimpi indahnya. Ku pandangi wajah ibuku sebentar, ku lihat dia
sangat berbeda dari biasanya. Dia tidur, dengan senyuman indah yang terpancar
dari wajahnya. Kemudian aku meninggalkan ibuku sebentar, menuju kamar mandi
untuk membersihkan diri.
“Buk,,,
makanannya kok nggak dimakan ??? Nova suapin ya..” Kataku berusaha membangunkan
ibu yang masih nyenyak dipersinggahannya. “Ibuukk…” panggilku lagi. Tak ada
balasan yang aku dengar dari mulut manis ibu. Aku semakin khawatir dan
ketakutan, perasaanku menjadi tak karuan. Gugup dan bingung menjadi satu dalam
otakku. “Buk..” kucoba sekali lagi, memastikan bahwa tidak akan terjadi sesuatu
pada ibuku.
“IBUUUUUKKK
! ! !” teriakku sambil kugoyang seluruh tubuhnya memastikan dia masih bernyawa.
“Bangun bukk.” Teriakku semakin tak terkendali. Aku mulai panik, tidak tau
harus berbuat apa. Kemudian kupegang tangannya, kuperiksa denyut nadinya. Tidak
ada perubahan, ‘Ibuku meninggal’ batinku menangis merasa sangat kehilangan dan
menyesal seumur hidup.
“Ibuukkk,
jangan ninggalin Nova . . .”
“Nova
masi belum bisa nyenengin ibuk, jangan ninggalin Nova buuukkk.!” Teriakku
semakin histeris berlutut dihadapan ibu yang terlelap dari tidur panjangnya.
Hari-hari
berikutnya kulewati sendirian tanpa hadirnya seorang ibu disisiku lagi. Setiap
pagi menjelang, aku selalu teringat akan bayangan wajahnya. Aku menyesal ! amat
sangat menyesal, selalu menyakiti hatinya saat dia masih hidup. Sekarang semua
tinggal kenangan, aku harus belajar merelakan semua itu. Aku sebatang kara
sekarang . . .
“Nggak
ada yang menghiburku sekarang jika aku sedih. Nggak ada juga yang menyiapkan bekal
untukku setiap pagi tiba, Ibukkk !!!
Nova pengen ibuk nemenin Nova saat ini.” kataku duduk termenung diruang tamu
kecil , kupandangi dan kupeluk erat sebuah foto bergambar wajah ibu. Dibalik
lamunanku, aku mulai teringat pesan ibu. Aku harus jadi anak yang sabar dan
pantang menyerah. Saat itu juga, aku mulai belajar bahwa aku tidak boleh memandang
orang yang berada diatasku. Karna masih banyak orang yang berada dibawahku,
yang jauh lebih kekurangan dari ku. Aku juga mulai belajar Arti dari Sebuah
kehidupan, bahwa hidup didunia ini hanyalah sementara, dan selama hidup itu
pula akan ku manfaatkan untuk berbuat kebaikan kepada semua orang. Semenjak
kepergian ibu, aku jadi sadar betapa besar pengorbanannya selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar