Selasa, 13 November 2012

ARTI KEHIDUPAN

by: Dwi


Pagi datang lagi, matahari mulai menampakkan suryanya menembus cela-cela jendela kamarku.  Kriiing….kriiiing…kriiiing… nampaknya jam beker disamping ranjangku ikut memeriahkan pagi dengan suara nyaringnya.
 “huuuuaaaaaahhhhh”, aku menguap mengambil beker dan langsung mematikannya .  Aku beranjak menuruni ranjang kesayanganku dan  membuka jendela kecil dikamarku untuk melancarkan sirkulasi udara yang masuk.
“Nova, sudah bangun nak…” sambut ibuku penuh senyum menghampiri ku yang sedang melihat suasana luar dari balik jendela.
“Hmmm, iya buk..” jawabku datar. “ibuk nggak kerja ???” tanyaku kembali.
“Iya, ini mau berangkat. Kamu hati-hati ya nak sekolahnya. Belajar yang pinter. Bekalnya udah ibuk siapin di atas meja” Kata ibu, memberikan nasehat dipagi hari untukku sambil mengelus rambut ikalku.
Aku hanya tersenyum, tanpa mengeluarkan sedikitpun kata. Aku selalu berfikir ‘kenapa aku terlahir dari keluarga miskin seperti ini. aku malu selalu jadi bahan hinaan teman-temanku disekolah’. Melihat ibu sudah  meninggalkanku dikamar, aku langsung bersiap-siap kesekolah .
Setelah menyiapkan segala keperluanku. Aku segera berangkat menuju sekolah dengan mengayuh sepeda tua pemberian ayahku. Di tengah perjalanan, ada mobil yang sengaja menyerempetku hingga membuatku jatuh terluka kesakitan. “Ya Alloh, kenapa sih didunia ini orang kaya selalu aja  menindas orang miskin kayak aku??? Kenapa mereka semua jahat !!! apa orang miskin nggak layak buat hidup kayak mereka?” ocehku ditengah jalan sambil berusaha berdiri dengan menahan rasa sakit dilutut kananku. Aku sadar diri kalau aku minta pertanggung jawaban atas kejadian ini, pastilah urusan nya akan  panjang.
Sampai didepan gerbang sekolah aku melangkahkan kakiku menuju kelas sambil mencoba menahan perihnya luka yang tergores di kakiku. “Nova…” panggil seorang cewek dari belakang mengagetkanku. “Lo kenapa Nov ? sini biar gue bantu .” Tanyanya.  “Eh Ica, makasih ya Ca . Gue nggak kenapa-napa kok tadi cuma jatuh aja dari sepeda.” Balasku menutupi semua yang telah terjadi. “Kok bisa ???” Tanya Ica kebingungan. “Biasanya lo juga naik sepeda nggak pernah sampek  jatuh tuh.” Tambah Ica tanpa mendengarkan jawabanku dulu. “Iya, mungkin gue banyak pikiran kali. Jadinya nggak konsen deh ngayuh sepedanya.” Balasku meyakinkan. Ica hanya tersenyum menganggukkan kepalanya.
Tiinnn…tiiiinnnn….tiiinnnn…
Suara klakson mobil, mengagetkan kami berdua yang sedang berjalan menuju kelas.
“Ya ampunn, siapa sih ??? sombong amat !” gerundel Ica menengok ke arah mobil yang ada dibelakangnya.
“Eh, anak kampung ! lo pikir ni jalan nenek buyut lo ! minggir dong !!!” Ucap seorang cewek dari balik mobi mewah yang melintas menuju tempat parkir sambil mengegas kencang mobilnya membelakangi aku dan Ica.
Aku hanya bisa diam sejuta kata, menahan sakit hati mendengar perkataan yang terlontar dari cewek angkuh itu. ‘itukan , mobil yang tadi nabrak aku ??? plat nomernya juga sama.’ Aku mulai teringat sesuatu dan tak memperhatikan arah jalanku. “Dasar cewek angkuh, nggak tau diri !!! Bisanya  cuma pamer !” omel Ica tidak terima, membuyarkan lamunanku. “Udahlah Ca, biarin. Lagian kita juga kok yang salah.” Kataku merendahkan mencoba menenangkan Ica. “Ha??? Kita yang salah. Eh Nov, jalannya tuh masih lebar dia bisa aja lewat sana .” Tambah Ica meluapkan kekesalannya.
Akupun patut dengan kata-kata Ica, dan hanya bisa menganggukkan kepalaku.
‘Braaaakkkk’ Ica melemparkan tas ke bangkunya. Dia terlihat amat sangat kesal atas kejadian tadi. “Udah Ca, yang sabar nggak usah diambil ati. Lo digituin aja ngambeknya nggak habis-habis. Gimana kalo jadi  gue, setiap hari jadi bahan hinaanya Angel dan  kawan-kawannya.” Kataku berusaha menenangkan  Ica sambil mengelus pundaknya. Sebelum Ica sempat  menjawabku , guru mata pelajaran fisika Bu Leni datang ke kelas. Semua anak dikelas yang tadinya gaduh, berhamburan di sana-sini seperti suasana pasar minngu, dalam sekejap menjadi rapi menduduki bangku mereka masing-masing.
“Selamat pagi anak-anak..” sapa Bu Leni dengan wajah judasnya sambil memamerkan senyuman termanisnya.
“Pagi Buuuuuu.” Balas semua murid XI-3 secara bersamaan.
“sssstttttt, ade ape ni.? Tumben banget guru evil tebar senyum ke kita-kita.” Bisik Ica mengagetkanku. “Udah diem, ntar kena lu.” Balasku berbisik mengingatkan Ica. “Nova dan Ica ! Mau gantiin Bu Leni ngomong ya ??? Kalo kalian yang ngomong, lebih baik ibu diam.” teriak Bu Leni menatap tajam mataku dan Ica
“Nah Lo, kena juga kan ? apa gue bilang.” Gerutu ku pada Ica setengah berbisik.
Aku dan Ica hanya menundukkan kepala, seluruh bulu kudukku merinding mendengar si monster marah. “Dengar ya anak-anak Bu Leni nggak mau lama-lama berdiri disini. Maka dari itu, jangan ngomong sendiri ! Kehadiran Bu Leni disini, yang pertama untuk menyampaikan tugas dari Bu Virji supaya kalian  mengerjakan LKS Bahasa Indonesia bab 2 karena beliau berhalangan untuk hadir hari ini. Yang kedua kalian akan kedatangan teman baru.” Jelas Bu Leni panjang dikali lebar.
“Sini Aurel perkenalkan diri kamu .” Panggil Bu Leni kepada seorang anak perempuan yang dari tadi sudah menungu diluar kelas.
            ‘Haaaaaaaaaa, aku bakalan satu kelas sama anak kaya sombong yang udah nabrak aku tadi pagi ??? Nggak mungkin !!! Aku bakalan jadi bahan hinaan dia dikelas.’ Batinku menjadi-jadi. Rasa tidak terima, tidak suka, dan rasa rakut berputar menjadi satu  dalam pikiranku. “WHAT ?? Satu kelas sama anak itu ??? Dia kan yang tadi pagi ngeledekin kita !!!” Teriak Ica keheranan lagi-lagi mengagetkan dan membuyarkan lamunanku. “Iya. Bener Ca,” jawabku datar.
“Nasyila Bramantyo ! Nova Kurnia ! Ada yang mau kalian tanyakan ???” Panggil Bu Leni setengah membentak mengalihkan pandangannya ke arah Ica dan aku yang dari tadi ngedumel nggak jelas. Semua matapun tertuju padaku dan Ica. Lagi dan lagi aku dan Ica Cuma bisa menundukkan kepala menahan malu.
“Ibu lanjutkan lagi ya kalau begitu. Nah tadi di awal pembicaraan ibu sudah  bilang akan ada siswa baru dikelas ini. ayo sini perkenalkan namamu pada teman barumu.” Kata Bu Leni mempersilahkan siswa baru itu memperkenalkan dirinya didepan teman-teman yang lain.
“Masih jaman ya bu, ngenalin diri didepan kelas kayak anak TK gini. Saya udah kelas XI bu, udah nggak perlu kayak gitu-gituan.” Kata si cewek angkuh dengan nada tinggi
Semua anak yang ada dikelas tersentak kaget mendengar omongan kasar yang terlontar dari si cewek angkuh itu. Karna baru kali ini ada seorang siswa yang berani membantah seorang Bu Leni, guru yang terkenal galak di SMK Cakrawala. Tampaknya Bu Leni tidak marah, dia hanya agak terkejut. “Terus, kalau guru atau temen kamu ingin manggil kamu. Gimana ? cantik-cantik kok nggak punya nama ?!” Balas Bu Leni, menahan emosinya. Aku akuin guru ini paling bisa ngomong. Selalu ada aja yang bakal di lontarkan dari mulutnya. “Nama gue Aurel , gue pindahan dari SMA 45.” Kata cewek itu, sambil masang muka sinisnya. Bu Leni hanya tersenyum dan kemudian menyuruhnya duduk. “Silahkan duduk ditempat yang kosong.” Kata Bu Leni pada murid baru itu. Setelah semua siswa duduk ditempat mereka masing-masing, Bu Leni kembali mengoceh panjang dan lebar. “Baik, ibu tidak akan lama-lama disini. Karna Bu Leni masih banyak urusan, jadi kerjakan tugas yang tadi ibu perintahkan. MENGERTI !” Kata Bu Leni meninggikan volume suaranya dan mendobrak papan tulis dihadapannya.
“BAIK buuuuu.” Jawab semua anak XI-3 serempak setengah kaget. Guru itupun akhirnya meninggalkan kelas. Aku merasa sangat  lega,  sementara Ica mengelus dadanya merasa lega juga guru itu cepat pergi dari hadapannya.
            Tetttt…..tettt….tet…..Waktu yang dinanti semua murid telah tiba yaitu waktu istirahat. Mendengar bel berbunyi semua murid berhamburan keluar, ada dari mereka yang pergi ke kantin, ke perpustakaan atau yang menetap dikelas sambil bergosip. Berbeda denganku, aku jarang ke kantin seperti yang lainnya, walaupun begitu aku menetap dikelas bukan untuk bergosip. Tapi menikmati bekal yang sudah disiapkan ibuku. Aku lebih suka membawa bekal dari rumah daripada harus mengeluarkan uang jajan untuk membeli makanan dikantin. “Ke kantin yuk.” Ajak Ica. “Nggak deh Ca, gue mau makan bekal buatan nyokap gue dikelas. Lo sendirian ke kantin nggak pa-pa kan ??? Sorry ya.” Balasku merasa tidak enak menolak ajakan Ica. “Ya udah deh, ke kantin dulu ya gue.” Tambah Ica berjalan gontai keluar kelas, perlahan menghilang dari hadapanku.
“Aeeemmmm, nggak punya uang ya buat ke kantin ??? Mangkannya bawa bekal dari rumah. hahahaha” Teriak seorang cewek mengagetkanku yang sedang melahap sesuap nasi dari kotak bekal di bangku. Seperti biasa, aku selalu mendapatkan ledekan, hinaan, dan cacian dari mereka. Yah mereka, siapa lagi kalau bukan Angel, Laura, dan Vega tiga orang yang nggak pernah capek-capeknya menindas orang miskin kayak aku.
“Coba liat gimana sih kalo orang miskin makan ???” Ejek Vega mendekati tempat dudukku. “Idiiiiihhh, lauknya cuma tempe dikasih kecap lagi. Nggak level banget deh.” tambah Laura ikut mengejekku. Mereka terlihat puas, mengejekku mati-matian disaksikan teman-teman yang ada dikelas. “Kalian kenapa sih ??? Benci banget kalo ngeliat aku ha ??? Emang aku pernah salah apa sama kalian !!!” teriakku keras meramaikan seisi kelas mencoba menahan air mata yang sebentar lagi akan menetes. “Wow… udah berani ngebentak nih ??? Dasar si miskin nggak tau diri !!!” Kata Angel dengan angkuhnya melototkan matanya ke arahku.
“Ada apa sih ni ??? Gaduh banget .” seseorang berkata dari belakang melangkah mendekatiku. “Lo siapa ???” Tanya Laura kepada orang itu. “Gue Aurel, murid baru dikelas ini.” Balas Aurel jutek. “Oh, lo Aurel keponakannya Pak Navy kepala sekolah kita itu ya ??? kenalin gue Vega.” Tambah Vega, mengulurkan tangannya tanda perkenalan. Namun, Aurel nampaknya ogah bersalaman dengan Vega yang sok kenal itu. “Nova Kurnia, kalo nggak salah lo anak beasiswa ya.?” Kata Aurel memandangi identitas ku, dan ikutan meledekku. “Bentar deh, menurut sepengetahuan gue SMK Cakrawala ini tempat orang keren, gaul, dan tajir. Tapi kok gue nemuin orang kayak lo sih disini !” Tambah Aurel memakiku. Aku lemah, aku tak bisa berbuat apa-apa  untuk membela diriku sendiri, hatiku telalu sakit mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut mereka berempat. Sempat terpikir olehku, Aurel akan membantuku melawan tiga orang smbong ini. tapi pada kenyataannya, dia malah ikut menindasku. Semua anak yang berada dikelas mentertawakanku.
“Heh, ngapain kalian ditempat duduk gue. Cepet minggir !” teriak Ica menghampiri empat orang cewek yang sedang meledekku mati-matian didalam kelas.
“Lo bertiga !! nggak ada puas-puasnya gangguin Nova ?!” Ica membelaku dan mengancungkan tangannya ke arah  Angel, Laura, dan Vega. Selera makanku hilang seketika, aku langsung berlalu dari hadapan mereka, berlari sejauh mungkin untuk segera mengeluarkan air mata yang sudah tak bisa ku tahan lagi.
Selama jam akhir, aku tidak mau kekelas. Aku merasa malu atas kejadian tadi, aku mengurung diriku ditoilet sekolah hingga jam pelajaran untuk hari ini usai. Setelah kubuka pintu kamar mandi itu, aku dikagetkan dengan sosok cewek berdiri dihadapanku sambil membawakan tasku. “Lo darimana aja Nov. kok dari tadi nggak keliatan selama jam pelajaran. Ni tas lo” Kata cewek itu, menjulurkan tas milikku. “Eh Ica, gue nggak kenapa-kenapa kok Ca.” Balasku memalingkan mukamenutupi mataku yang memerah karna terlalu lama menangis. “Yakin ??? muka lo pucet Nov. Mata lo sembab ?! Gue anter lo ke rumah ya.” Ica mengkhawatirkan keadaanku. Aku hanya menggelengkan  kepalaku dan bergegas pulang mendahului Ica.Nampaknya Ica telah mengerti kedaanku saat ini dan dia tidak bertanya-tanya lagi membiarkanku pulang lebih dulu. Aku melangkahkan kakiku menuju tempat dimana aku memarkirkan sepedaku. Dengan luka dikaki yang semakin parah, aku menahan rasa perih itu  dengan mengayuh sepeda  tuaku menuju rumah. Disepanjang perjalanan, tetes demi tetes air mata mulai membasahi pipi merahku. ‘Kenapa sih aku terlahir dari keluarga miskin ??? Ibuku cuma jadi tukang gorengan. Pendapatannya selalu aja pas-pasan. Aku pengen kayak temen-temenku ya Alloh. Aku pengen mendapatkan apa yang aku mau, tanpa susah-susah cari uang dulu.!’ Gerutuku.
                        Sampainya dirumah, luka di kakiku tak terpikirkan lagi. Ku percepat langkahku menuju kamar tanpa menghiraukan ibu yang sedang sibuk membuat adonan kue diruangan kecil yang kusebut ruang tamu.  Langsung saja ku dobrak pintu kamarku keras-keras dan mengunciya rapat-rapat. ‘Braaaakkkkkk’ aku mendobrak pintu kamarku membuat ibu terkejut melihatnya. ‘Ada apa ya ??? Nggak biasanya Nova bersikap seperti itu ???’ Tanya Ibu dalam batinnya.
Tok…tok…tok…
Seseorang mengetuk pintu kamarku yang terkunci. Namun, aku enggan membukanya. Aku menghempaskan tubuhku di atas ranjang kesayangannku dan menutupi wajahku dengan bantal merah jambu pemberian Ica, sahabatku. “Nak,, kamu kenapa ??? Apa ada masalah ?! Ayo cerita sama ibuk.” Tanya Ibu mencemaskanku dari luar kamar sambil berusaha membuka pintu kamarku yang terkunci rapat. Namun aku tak mau berkomentar sedikitpun, hingga ibu mengulangi pertanyaannya lagi. “Ayo, buka pintunya. Mungkin ibu bisa bantu.” Pintanya.
Dengan langkah gontai, kuturuni ranjangku dan menuruti perintahnya.  kubuka pintu kamarku, hingga aku dan ibu saling memandang. “Ada masalah apa Nov ??? Cerita sama ibuk.” Tanyanya lembut.
“Nova malu bukk.!” Bentakku spontan pada ibu tanpa menatap sedikitpun wajahnya.
“Malu kenapa nak ???” Ibu menjawabku dengan  sedikit terkejut. “Aku malu buk ! hidup miskin kayak gini terus!!! Aku tuh pengen kayak temen-temenku ! yang punya segalanya, yang bisa memiliki apa yang mereka mau !! Ibuk tau ! aku selalu jadi bahan hinaan mereka disekolah ! karena aku ini cuma anak seorang  penjual gorengan !!! dan aku nggak pates bergaul sama mereka !” Protesku  pada Ibu .
“Nova…! Jangan bicara seperti itu nak ! Kita memang miskin, tapi kita tidak pernah merepotkan keluarga mereka !” Ibu menasehatiku, dan perlahan menitihkan air mata kesedihannya. Aku hanya memalingkan muka tak menghiraukan tangisnya. Dua hari setelah percek-cokan ku dengan ibu, kondisi kesehatan  ibu menurun drastis. Nampaknya penyakit lama yang dideritanya kambuh lagi. Aku semakin kesal melihatnya, berbaring lemah diatas ranjang.
 “Kapan sih buk ! sekali aja nggak ngerepotin Nova !!! Gara-gara ibuk sakit ! Nova nggak bisa belajar .” gerutuku memaki ibu. “Maaf  nak, ibuk juga nggak menginginkan semua  ini terjadi ! Tapi, kali ini,, ibuk bener-bener nggak kuat.” Katanya lembut semakin pelan suranya. Aku tak menggubrisnya, dan melangkah kedapur mengambilkan segelas air minum unutuknya. Menjelang malam, perasaanku tak karuan, aku sangat mencemaskan keadaan ibuku. Sesekali aku menengoknya didalam kamar, aku merasa kasihan melihatnya. Wajahnya terlihat pucat. Kemudian, akumendekatinya hingga membuatnya terbangun. “Ada apa Nov.? sini mendekat” Tanya Ibu lembut,  membelai rambutku. “Maafin Nova ya buk .. Nova belum jadi anak yang baik seperti yang ibuk ingin.  Ibuk nggak usah mikirin kata-kata Nova yang kemarin ya buk. Nova yang salah buk.” Sesalku menciumi tangan ibu yang lemas. Ibu hanya diam, dan mengusap air mata yang mengalir dipipiku.
 “Nov, coba deh kamu liat lemari ibuk. Disitu ada celengan bentuk ayam, kamu ambil dan bawa sini.” Katanya menyuruhku, akupun menuruti perintahnya. Ku buka lemari dan ku ambil sebuah celengan yang ibu maksud, kemudian kuberikan padanya. “Celengan ini, berisi uang  tabungan ibu dari jualan gorengan selama ini. Sekalipun, ibuk nggak pernah memecahnya, apalagi menghitung jumlahnya. Tapi, ibu rasa uang ini cukup untuk biaya sekolah  kamu kedepan.” Kata ibu pelan, menyerahkan kembali celengan ayam padaku.
 “Ini uang nya buat ibuk berobat aja . Nova bisa kerja sendiri kok buk, kalo butuh uang.” Balasku lembut sedikit sesenggukan. “Ibuk nggak mau berobat… Ibuk udah nyaman kok.” Balas Ibu tersenyum memandangiku. Sebelum sempat ku jawab ibu berpesan “Nov,,, kalau besok ibu udah nggak bisa nemenin kamu lagi. Jangan sedih ya nak.! Karna ibuk tau, kalo Nova anak yang kuat dan tegar. Nova harus pantang menyerah dan selalu sabar menghadapi segala hal.. Satu lagi pesen ibuk,, Nova nggak harus selalu  memandang orang yang ada di atas kita, tapi pandanglah orang yang berada dibawah. Masih banyak orang yang kurang beruntung dari kita. Karna dengan sikap seperti itu kita akan selalu bersyukur atas segala kenikmatan yang telah kita miliki.”
“Ibuk jangan ngomong seperti itu ah. Nova nggak mau kehilangan ibuk..” Balasku lembut mencoba menghilangkan kegundahan hatiku. Malam itu, aku tidur satu ranjang dengan ibu, aku tidur nyenyak dipelukannya. Menjelang pagi, aku bangun lebih awal dari ibu. Kakiku mulai melangkah menuju sebuah dapur kecil. Ku buatkan semangkuk bubur special untuk ibu. “Pagi buk, Nova udah siapin sarapan nih buat ibuk. Dimakan ya buk.. Nova mau mandi dulu siap-siap buat sekolah.” Kataku membangunkan ibu, yang sedang menikmati mimpi indahnya.  Ku pandangi wajah ibuku sebentar, ku lihat dia sangat berbeda dari biasanya. Dia tidur, dengan senyuman indah yang terpancar dari wajahnya. Kemudian aku meninggalkan ibuku sebentar, menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
“Buk,,, makanannya kok nggak dimakan ??? Nova suapin ya..” Kataku berusaha membangunkan ibu yang masih nyenyak dipersinggahannya. “Ibuukk…” panggilku lagi. Tak ada balasan yang aku dengar dari mulut manis ibu. Aku semakin khawatir dan ketakutan, perasaanku menjadi tak karuan. Gugup dan bingung menjadi satu dalam otakku. “Buk..” kucoba sekali lagi, memastikan bahwa tidak akan terjadi sesuatu pada ibuku.
“IBUUUUUKKK ! ! !” teriakku sambil kugoyang seluruh tubuhnya memastikan dia masih bernyawa. “Bangun bukk.” Teriakku semakin tak terkendali. Aku mulai panik, tidak tau harus berbuat apa. Kemudian kupegang tangannya, kuperiksa denyut nadinya. Tidak ada perubahan, ‘Ibuku meninggal’ batinku menangis merasa sangat kehilangan dan menyesal seumur hidup.
“Ibuukkk, jangan ninggalin Nova . . .”
“Nova masi belum bisa nyenengin ibuk, jangan ninggalin Nova buuukkk.!” Teriakku semakin histeris berlutut dihadapan ibu yang terlelap dari tidur panjangnya.
Hari-hari berikutnya kulewati sendirian tanpa hadirnya seorang ibu disisiku lagi. Setiap pagi menjelang, aku selalu teringat akan bayangan wajahnya. Aku menyesal ! amat sangat menyesal, selalu menyakiti hatinya saat dia masih hidup. Sekarang semua tinggal kenangan, aku harus belajar merelakan semua itu. Aku sebatang kara sekarang . . .
“Nggak ada yang menghiburku sekarang  jika aku  sedih. Nggak ada juga yang menyiapkan bekal untukku  setiap pagi tiba, Ibukkk !!! Nova pengen ibuk nemenin Nova saat ini.” kataku duduk termenung diruang tamu kecil , kupandangi dan kupeluk erat  sebuah foto bergambar wajah ibu. Dibalik lamunanku, aku mulai teringat pesan ibu. Aku harus jadi anak yang sabar dan pantang menyerah. Saat itu juga, aku  mulai belajar bahwa aku tidak boleh memandang orang yang berada diatasku. Karna masih banyak orang yang berada dibawahku, yang jauh lebih kekurangan dari ku. Aku juga mulai belajar Arti dari Sebuah kehidupan, bahwa hidup didunia ini hanyalah sementara, dan selama hidup itu pula akan ku manfaatkan untuk berbuat kebaikan kepada semua orang. Semenjak kepergian ibu, aku jadi sadar betapa besar pengorbanannya  selama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar