Kisah ini diilhami dari kejadian nyata beberapa tahun silam. Seorang bijak mengatakan tiga hal dalam hidup yang tidak akan kembali yaitu waktu, kenangan, dan kesempatan. Dan di sinilah hal tersebut berlaku dalam hidupku, heheeee.
Saat itu, hari jum’at penuh rahmat dan barokah, cuaca Kota Surabaya cerah berawan. Akupun beranjak menuju sekolah, tempatku
mengabdi sebagai GTT (Guru Tidak Tetap) beberapa waktu lamanya. Karena
kebutuhan administrasi yang harus ku selesaikan dan membutuhkan dokumen dari sekolah lama yang tidak sempat ku kemas.
Hari itu, berbekal izin dari sekolah,
tidak ku sia-siakan kesempatan untuk mengurus berbagai dokumen yang ku butuhkan
sekaligus melepas kerinduan bersama mereka, keluarga besar sekolah lama. Maaf, nama sekolah tidak aku tulis, sekadar prifasi publik.
Singkat cerita tentangku di sekolah:
Aku menghabiskan keseharianku dengan berbagai
kegiatan di sekolah. Tidak hanya menjalankan kewajibanku sebagai guru yang mengajar. Maklumlah, hanya
seorang GTT. Di sana, tugas pokok ku jalankan tanpa mengeluh baik di pagi hari hingga
sore hari. Begitu pula tugas tambahan sebagai Pembina ekstra kurikuler yang
terselesaikan sebaga bentuk amanah yang deiberikan. Aku jalani dengan
kesungguhan dan tekad kuat
dengan harapan akan lahir bibit unggul. Baik itu olah raga,
seni, maupun sastra. Bahkan tidak jarang pekerjaan caraka yang aku selesaikan,
tentu saja seizin Pak Nan, penjaga sekolahku. Usia beliau cukup sepuh kurleb 65 tahun, sehingga aku tak
sampai hati melihatnya. Tidak berhenti disitu, berbagai pekerjaan serjng kali
ku lakukan termasuk mantainance beberapa sarana sekolah seperti kipas angin,
komputer. Kebetulan aku sering melakukannya dan pernah menangani hal
tersebut. Tidak jarang aku
mengusulkan kegiatan ekskul dengan memanfaatkan sarana yang dimiliki seperti
samroh, voli, dan renang. Dukungan teman-teman dan pihak sekolah cukup luar
biasa, kekurangan sarana juga dilengkapi. Sebagai bentuk tanggung jawab, aku
pun terjun langsung tanpa mengharap honor, bahkan tanpa bayaran. Sedikit
sumbangsihku untuk sekolah tercinta, dan tanpa mengharap upah. Selain itu,
sumbangsiku untuk generasi bangsa dan pengabdian pada ibu pertiwi.
Dalam benakku, ku simpulkan bahwa tempat ini tidak
berubah seperti enam bulan lalu saat terakhir kali menginjakkan kaki dan
berpamitan. Setahun yang lalu salah satu rekan kerja yang cukup akrab
mengajakku untuk mengadu nasib ikut tes CPNS. Yang pada akhirnya terwujud
dengan diterimanya aku atas ridho-Nya. Sebut saja Bu Ike, wanta berhijab dengan
tahi lalat di bibir. Ia mengajar bahasa Inggris, dan alumni Pondok Pesantren
Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo. Keren kan! Tidak mudah lho untuk dapat
diterima sebagai santri Ponpes Gontor, heheheee… Sebenarnya saya juga pernah
mampir di pondok tersebut, namun karena suatu hal, sehingga tidak mampu
bertahan, hikzzzz.... Beliau termasuk soulmate-ku di sekolah
tersebut.
Sesampainya di sekolah tersebut, keluarga
besar cukup kaget dan
haru. Karena sempat tanpa komunikasi kecuali dengan Bu Ninik, salah satu teman
akrab juga yang ku anggap seperti keluarga sendiri. Bahkan dengan
putri-putrinya, saya juga cukup akrab. Kedatanganku cukup sureprise bagi
mereka. Termasuk Pak Nan, penjaga sekolahku. Kata orang-orang sekitar, beliau
agak sulit diajak komunikasi. Alhamdulillaah interaksi diantara kami
cukup baikk, sehingga cukup respect akan aktivitasiku. Begitu juga dengan keluarga besarnya. Saya
berusaha menjaga keharmonisan maupun adab kepada beliau. Bahkan sering pula
kami bermanja seperti anak dan bapak. Bahkan ketika dinyatakan lulus dan
diterima sebagai CPNS,
beliaulah orang pertama yang mengetahuinya. Sekali lagi karena kedekatan
kami.
Bukan berniat meyombongkan diri, tetapi
sebuah ungkapan kemesraan dan kebersamaan yang pernah aku jalin selama
bergabung di sekolah lama. Saya bukan manusia sempurna, ibarat tiada gading yang tak retak dan masih
banyak kesalahan baik yang disengaja ataupun tidak disengaja, hehheheeee…
Alhamdulillah dapat menyambung tali
silaturahmi dengan bertemu
mereka. Awan yang semula cerah tiba-tiba kelam, tak terasa air menetes
membasahi pipi kami masing-masing dan menjadi warna perjumpaan kami. Mata pun sembab
dibuatnya, haru dan rindu berkumpul menjadi satu sebagai pertanda akan rindunya
pertemuan yang telah kami impikan. Memang cukup lama, kira-kira enam bulan
lebih kami tidak berjumpa dan memberi kabar. Bahkan beberapa wali murid bersama
anak-anaknya mengharapkan aku kembali mengajar di sekolah itu, tetapi hal yang
tidak mungkin. Dengan tegas ku
katakan bahwa tugas di tempat baru yang ku emban cukup berat, sehingga aku
pun tak berdaya untuk kembali mengajar disini, serta administrasi kepegawaian
juga melarang untuk double job.
Setelah cukup bermanja dengan rekan-rekan sejawat,
murid-murid, dan wali murid, akupun menyampaikan maksud dan tujuanku ke ibu
Kepala Sekolah. Beliau bernama Ibu Suciati. Beliau adalah pemimpin yang tangguh
dan bijak. Beliapun bergegas menugaskan staf administrasi untuk segera memenuhi
permintaanku..
Memang benar, kata seorang Kyai yang
seringkali kita dengar, dikutip
dari Alquran surat Al-An’aam, ayat 59 berbunyi:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا
يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ
مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ
وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib;
tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan
tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuudh)”.
Dari sinilah, aku perlu mencermati akan
ketentuan Allah. bukan sekadar rekayasa ataupun angan-angan. Usaha tidak menghianati hasil. Ketekunan yang selama
ini aku torehkan berbuah manis. Di kota yang baru ini, aku perlu
beriteraksi dan membangun jejaring agar dapat diterima masyarakat sekolah
maupun luar sekolah. selain itu masa depanku untuk hidup lebih baik lagi (bukan
berarti kejar materi). Aku berprinsip bahwa Kerja itu ibadah, tetapi
setiap insan pasti butuh kecukupan materi untuk bekal ibadah.
Seteah ku selesaikan administrasi, aku pun berniat
untuk segera kembali. Namun namanya anak-anak kalau sudah cintrong sama
bapaknya, mereka tetap setia menungguku di depan pintu, heheheee. Lalu ku
sempatkan lagi untuk berinteraksi. Beberapa diantara mereka, Feby, Yola,
Rama, dan cukup banyak siswa lain merengek padaku. Pak,
aku kangen sekali dengan pak Afif (sambil mengusap air mata yang menetes di
pipinya), rengek si Feby.ia
jagoanku di samroh sebagai penabuh bass, dan dia cukup bagus lho teknik bermain
volinya. Aku pun tak kuasa melihatnya (sambil ku elus
rambutnya), sekarang saya sudah di sini, kenapa masih nangis, heheheee. Bahkan
sewaktu mau pulang dan berangkat sholat jumat mereka berkumpul mencegahku agar tidak beranjak pulang,
alasannya masih kangen. Aku pun tak dapat menolaknya. Dan terpaksa menunaikan
sholat jum’at di masjid sekitar sekolah.
Setelah menunaikan sholat jumat, aku
pun berpamitan. Dan mereka pun
meminta, jika ada waktu senggang, untuk bisa bersilaturahmi kembali. Kapan Pak
Afif kesini lagi? Kata Ridla. Dia juga atlet voliku dengan passing hampir
sempurna di usianya. Aku pun menjawab insha Allah, karena belum dapat
memastikan.
Kenangan rindu dan kerinduan ini akan ku
simpan dan abadi. Dan aku sedikit
yakin, lamban laun mereka akan melupakanku, walau tidak
sedikit yang sampai hari
ini berkomunikasi melalui media sosial denganku.
Di sini ingin ku sampaikan sesuatu kepada
mereka. Meskipun mereka tidak dapat mendengar, bahkan mungkin tidap pernah membaca
tulisan ini. Teruntuk Bapak Ibu Guru, Wali Murid dan Anak-Anak yang pernah aku
bina: “maafkan saya karna tugas yang ku emban membutuhkan keseriusan dan
interaksi ditempat yang baru sehingga harus fokus agar mendapatkan hasil
maksimal”.
Walaupun begitu hati ini tetap tak dapat
melupakan kenangan indah yang pernah terjalin apik. Kenangan ini terlalu manis
untuk dilupakan (jadi ingat lagunya slank)
YA ALLAH YA ROBBUL IZZATI
Hamba rindu kedamaian yang pernah terjalin
Hamba rindu suasana yang pernah singgah
dalam perjalanan hidupku
Hamba rindu kebersamaan ketika bersama
bersendah gurau
Hati ini menangisketika merindukannya
Mata ini tak kuasa menahan linangan air
mata
Kenangan itu terlalu indah dan manis untuk
dilupakan
Emosi pun memuncak ketika mengingatnya
Sewaktu ku tulis catatan kecil ini,
kuberharap mereka tak pernah melupakan aku. dan aku berdo’a, smoga kami dapat
terus berkomunikasi walaupun via sms maupun media sosial. Dan tak terasa mataku sembab ketika
mengingatnya untuk ku
torehankan menjadi cerita pendek.
Sebuah kenangan hidup bukan saja
pengalaman
pembelajaran, harapan dan impian menjadi
satu
Afif Ali
Guru SMK Negeri 1 Pasuruan
FB https://web.facebook.com/afifscout
Ig https://www.instagram.com/afifscout/?hl=id
Twitter https://twitter.com/Afif_Kalpataru
Youtube https://www.youtube.com/channel/UC7-ZDEmHg2PdawP8apv7C0A/videos?disable_polymer=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar