Kamis, 28 Mei 2020

Goresan Doa di balik Awan (Venus)


             Kupikir dengan aku berada di lingkungan  keluarga yang lengkap akan menjadikanku seseorang yang beruntung. Bisa bercengkrama tanpa harus ada omelan dan perintah. Tapi ternyata keberuntungan itu tak ku rasakan. Aku lebih merasa kalau goresan sendu lebih banyak kurasakan.
Hidupku saat ini sama dengan nama ku  Cloudy” . Akhir-akhir ini hari-hari ku sangat tidak berwarna. Hanya warna abu-abu gelap yang menenggelamkanku dalam kesunyian. Tapi aku bangga dengan nama “Cloudy karena cloud adalah bagian dari hujan. Tanpa cloud  hujan tidak akan meneteskan butiran air yang berisi biji keajaiban untuk bumi ini.
          Sesampainya di rumah aku langsung memejamkan mataku, menenangkan otot-otot pundak ku yang seakan sangat berat untuk hari ini. Aku terlelap dengan mata yang panas. Menahan air mata ini agar tak jatuh kembali. Berat untuk ku membuka mata ini. tak ku sangka sudah delapan jam aku tertidur di ranjang ini. Aku terbangun dan kulihat sudah pukul sepuluh. Ya Tuhan sampai-sampai aku lupa untuk salat. Kubasuhkan air ke wajahku, terasa dingin dan tenang. Kulantunkan semua yang aku rasakan hari ini . Aku merintih, terisak dalam gaung-Mu, penuh harap dalam cobaan ini, semoga dosaku juga bisa luruh dalam lantunan ini.
Setiap pulang sekolah aku menghabiskan waktu di pantai. Setelah puas melamun, saat langit mulai gelap aku kembali pulang. Seperti biasa aku selalu kena marah oleh ibu. Kadang aku merasa dia bukan ibuku dan akupun juga bukan anaknya. Apa pun yang kulakukan tak pernah benar di matanya, hanya prasangka buruk terhadapku yang ada di dalam pikirannya.
 Darimana saja kamu?” Tanya ibu
Dari samping rumah, di pantai,” jawabku pendek
Kamu itu main terus, gak pernah bantu ibu,ibu mulai mengomel panjang lebar.
Tuhan, aku capek dengan semua ini. Dari kecil sampai sekarang, aku selalu menuruti apa kata ibu.
Kurang apa aku ini? Aku sudah melakukan apapun demi dia, tapi baginya tetap saja kurang, “ batinku.
Aku mulai terbiasa mendengar omelan ibu. Walau terkadang dapat menusuk hati. Ini semua tak adil, anaknya kan bukan aku saja. Kenapa harus aku yang selalu melakukan ini itu. Kadang aku iri dengan kakakku, dia dianak emaskan. Tak pernah dimarahi, tak pernah bantu-bantu, kerjaannya hanya menatap layar laptop dan bermain game. Semua keinginannya dapat terpenuhi, apapun yang dilakukannya tak pernah dilarang. Sedangkan aku, apapun yang aku lakukan dilarang dan serba salah. Padahal aku ingin seperti yang lainnya.
 Loh kok udah tidur? Udah selesai belajarnya?” Tanya ibu
Udah,” jawabku singkat.
Memang akhir-akhir ini, aku jarang berbincang-bincang dengan ibu, setelah peristiwa kemarin saat ponselku diambilnya, rasa sakit bercampur kecewa ini masih tak bisa hilang dalam hatiku.
Keesokan harinya
Hari hariku kini terasa semakin sepi,meski banyak  teman yang menemani. Tanpa ponsel bagai kehilangan belahan jiwa. Aku masih terdiam , merenung sendiri di bangku ini. Tiba-tiba dari belakang Dira menepuk pundakku. Dira adalah orang yang selalu menemaniku, di kala aku sedih.
 Dia sudah aku anggap sebagai sahabat ku sendiri ,meski kita baru 3 bulan saling kenal. Dia mampu menguatkan saat aku lemah dengan keadaan ,dia yang selalu memberikan pundaknya saat ku terisak  dalam tangis.
Biarpun begitu dia juga ibumu, Mala,” nasehat Dira
“Tapi aku tidak tahan Dir,” ucapku lirih sambil menahan air mata
“Aku tahu penderitaanmu, tapi kamu harus tetap sabar,” ujar Dira
Seminggu Kemudian
Aku semakin sibuk dengan tugas sejak naik kelas sembilan. Belum lagi tambahan bimbingan belajar di akhir jam pelajaran. Setiap bel sekolah berbunyi jantungku langsung berdegup kencang. Dada terasa sesak karena takut, cemas, dan was-was bila mengingat ibu di rumah. Dia pasti marah dan siap-siap melontarkan ratusan bahkan ribuan omelan disertai prasangka buruk. Setelah turun dari angkutan aku berlari sekencang-kencangnya bagai dikejar anjing gila agar segera tiba di rumah. Setibanya di rumah kubuka pintu dengan perlahan sambil berjinjit berharap ibu tak tahu kepulanganku.
“Kamu pasti main lagi,” teriak ibu
“Jangan lupa bersihkan halaman rumah, mengepel dan cuci piring,”
“Kenapa harus aku semua yang mengerjakan,” ucapku lantang
“Karena kamu perempuan,” teriak ibu sambil melotot
“Cepat kerjakan jangan banyak komentar.”
“Iya, terus apalagi,” jawabku dengan ketus
Dengan perasaan yang dongkol sambil menahan tetesan air mata aku segera menuju dapur dan meraih sapu, ingin rasanya gagang sapu ini kupukulkan kalau aku tidak ingat dosa. Aku sudah tak tahan  dengan perlakuan ibu. Ingin rasanya aku pergi ke planet lain hingga tak bertemu lagi dengan ibu.
Keesokan harinya
    “Aku mau minggat Dir,” ucapku lirih
    “Apa, aku tidak salah dengar kan?” Kata Dira sambil tangannya memegang jidatku seakan ingin memastikan bahwa aku baik-baik saja
    “Aku serius ......aku sudah tak tahan dengan perlakuan ibuku.”
    “Mungkin ibu akan lebih bahagia tanpa aku,” ujarku
    “Terus kamu mau ke mana? Kamu tak punya uang, bagaimana dengan sekolahmu,” kata Dira
    “Entahlah aku bingung,” jawabku
Semua masalah selalu kuceritakan pada Dira. Dia selalu memberikan saran dan nasehat yang terbaik padaku. Tak terasa waktu semakin cepat berlalu. Sang surya pun mulai tinggal di ufuk barat. Bel pulang mulai berbunyi. Namun sebelum aku mengemasi  buku-buku, terdengar suara....
“ Mala,ada ayahmu di ruang tunggu,menjemputmu.” Ujar bu Ani
Lalu aku bergegas  ke ruang tunggu menemui ayah sambil membawa tas. Aku melihat ayah  sangat  panik, aku masih bertanya sampai ayah berpamitan kepada bu Ani walikelasku. Selama di perjalanan aku bertanya pada ayah
 Kenapa yah? Aku kok di suruh pulang, kita mau ke mana?” Lama tak ada respon dari ayah.
Kemudian kami sampai pada suatu tempat, aku tahu itu adalah rumah sakit. Tapi aku tak tahu, mengapa ayah mengajakku ke sini. Setelah lama ayah bungkam, akhirnya ia mulai berkata,
Ibu masuk rumah sakit, terkena serangan jantung”.
Aku hanya diam mendengar jawaban ayah sambil menyusuri lorong rumah sakit. Dari kaca di balik pintu aku lihat ibu terbaring lemah di sana. Aku memandangnya, tak terasa aku meneteskan air mata.Tuhan, betapa durhakanya aku ini. Samapai-sampai aku tak memperdulikan dan membuatnya sakit hati. Kini dia tak lagi berdaya terbaring lemah di atas ranjang membuatku semakin menyesal. Perasaan ini terus mendesakku. Ibu mengetahui aku berdiri di depan pintu. Ia tersenyum melihatku dan menyuruhku agar mendekatinya.
Maafkan aku bu , kataku sambil menangis
Ibu sayang kamu Claudy, semoga kamu mengerti maksud ibu,”
“Ibu hanya ingin kau menjadi anak yang mandiri agar nanti jika ibu tak ada kau bisa mengurus dirimu sendiri, ucapnya sambil membelai rambutku
Betapa bodohnya aku yang tidak mengetahui sakit yang diderita ibu selama lebih dari lim tahun. Betapa pandainya ibu menyembunyikan kesakitannya selama bertahun-tahun hanya demi melatih kemandirianku. Betapa berdosanya hamba ya tuhan, karena sering membentak, melotot bahkan mencaci ibu. Teringat tiga bulan yang lalu aku menyebut ibu dengan julukan nenek sihir. Hanya karena ibu menyuruhku mencuci dan menyetrika baju sekolahku di hari Minggu.  Aku semakin terisak sambil memegang erat lengan ibu. Merasa sangat berdosa dan berharap air mataku yang meleleh dapat meleburkan dosaku selama ini. Ketika ibu mencium keningku, terasa napas hangatnya sejenak menenangkan batinku dan tak lama kemudian,
Tiiiiiiiiiiitttt….. Tiiiiiitttt ……………….
“Ibu...ibu...bangun, jangan tinggalkan aku.” Sambil kugoncang-goncangkan tubuhnya berharap ibu bisa membuka mata dan mendengarkan permintaan maafku.
Andai saja waktu dapat berputar aku akan memperbaiki semua kesalahanku. Tapi apa daya, semuanya akan terus berjalan tanpa kita bisa menghentikan meski itu sedetik pun. Kini aku hanya bisa mencoba memberikan yang terbaik agar ibu disana bangga kepadaku. Selamat jalan ibu semua kasih sayangmu akan ku kenang selalu.
Rintikan air dingin tiba-tiba menembus kulit ku. Aku sangat senang dengan datangnya hujan saat ini_setidaknya orang-orang tak bisa melihat air mata yang membalut wajahku. Kenapa ibu harus pergi, dia sangatlah berarti untukku tuhan, hanya dia yang menjadi lentera dihidupku.
 Aku goreskan semua doa ini di balik awan yang menghiasi luasnya langit biru. Aku lantunkan doa-doa terbaik untuk ibu. Berharap dia melihat awan dan bisa melihat semua goresan doa-doaku di sini. Semoga ibu tenang di sana dan aku akan selalu menghiasi awan dengan untaian doa. Semoga Allah menempatkanmu di sisi terbik-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar