Oleh : Venus
Tumpahan darah mengalir tak tentu arah, tanpa
ada kepuasan dan belas kasih. Hanya sebatang bambu runcing dan alat untuk
membela diri. Tak ada tangisan akan kehilang saudara yang di cintai. Pada 17
agustus 1945 kami bebas. Alangkah bangganya kita bukann sebagai bangsa
Indonesia,,,??
Tingginya
gedung-gedung ibu kota
Tak setinggi ilmu bangsa.
Gelapnya suatu bangsa tersembunyi
Tersembunyi
akan misteri dan penuh dengan kepalsuan.
LLL
Ratusan
pengetahuan terlintas di otak ku. Dengan sentuhan tangan halus,ku mendapatkan
sesuatu yang tak terbayangkan bisa ku dapatkan. Dari sentuhan tangan halus Pak
Leo aku bisa berda di perusahaan sebesar ini.
Di gedung yang berdiri kokoh dan
tinggi ini aku bekerja sebagai direktur keuangan. Perusahaan ini milik Pak Agus
salah satu rekan Pak Leo. Pak Leo seorang yang sangat berjasa bagi ku.
Beliaulah yang telah menjadikan ku seorang yang beruntung.
Binar mata ku tertuju pada layar
hp. Jemari ku sibuk mencari kontak Pak Leo.
Memanggil...
PAK LEO*
I’m lucky
i’m in the love with my best friend
Lucky to
have been where I have been
Lucky to
be coming home again
Ho...ho....ho...*
Suara
nyaring RBT memasuki gendang telinga ku.
“Hallo..ini
Pak Leo ya...?”
“Ya,ada
apa Mitha...?”
“Apa
ada waktu buat kita bisa ketemu,pak...?”
“Kapan...?”
“Malam
ini bisa,pak?”
“OK..ketemu
di mana..?”
“Di
cafe tempat biasa,pak.”
“Baiklah...!!!”
***
Jamuan malam terhidang dengan
rapi di meja bundar yang mungil. Tak lama ku menunggu kedatangan Pak Leo,beliau
pun datang. Percakapan diantara kami pun terjalin.
“Hey,
sudah lama ??” Sambil menggeser kursi di hadapan Mitha.
“10
menit yang lalu kok,pak ...!”
“Ada
apa..?apa kamu di terima..?” Hempasan pertanyaan terlontar.
“Iya
pak,berkat anda saya bisa di terima.”Suatu kebanggaan pun ada pada
diriku.
“Hahahah
.... senangkah diri mu??”
“Iya
pak.”
Penuhya cangkir yang tadinya
memberi kehausan akan kerasnya pekerjaan.
Lama kelamaan penuhnya mulai surut.
Nit ... nit ... nit ...
Pak Leo menatap layar HP-nya.
Panggilan masuk menggangu jamuan malam ku.
“Pengeluarannya
sekitar berapa rupiah...?”
“Sekitar
Rp.25.000.000,pak”
“Pengeluarannya
cuma Rp.25.000.000,?”
“Iya
pak.”
“Iya
sudah,tolong besok laporannya bisa kamu letakkan di meja.”
“Baik
pak...”
Catatan kecil menampakan
kegunaannya,mulailah pena Pak Leo menulis sesuatu.
Laporan
Hari : Sabtu, 2 november 2019.
Pengeluaran : Rp. 30.000.000,-.
Keterangan : membeli perlengkapan data.
Lensa mata ku merekam sesuatu yang membuat ku
bertanya-tanya.Tak tahan bibir ini tuk berucap. Sekuat tenaga ku memberanikan
diri.
“Pak...!.”
“
Hmmmmm...”Sambil memandang memo kecilnya.
“Bapak,
tidak salah menulisnya ??” Telunjuk manis ku memberi tahunya.
“Gak
kok...”
“Yang
aku dengar tadi pengeluranyaRp.25.000.000,- tapi kenapa bapak kok menulisnya Rp.30.000.000..?”
“Hahahahaha
...”
Pertanyaan ku malah dijawab dengan senyuman yang mengarah pada sesuatu hal yang
disembunyikan.
Semua itu membuat aku penasaran.
Pak Leo tak mau menjelaskannya. Namun hati ini tak bisa membiarkannya. Dengan
penuh hormat aku meminta penjelasan pada Pak Leo.
“Apakah bapak bisa menjelaskannya pada
ku...?”
“Baiklah,hanya kamu yang aku
percayai...!!”
“Ya pak.”
“Jadi begini,semua yang kita lakukan
dalam kehidupan ini harus menguntungkan. Jangan sampai malah membuat kita
menjadi hancur.”
“Maksud bapak apa..? aku masih belum
mengerti.”
“Aduuucccchhhh....!!! kamu ini, semua
ini kan bisnis, masak kamu tidak mengerti..?”
Sifat buruknya pun memberikan sesuatu
yang menurut ku menguntungkan.
***
Dua tahun aku hidup dengan
limpahan yang selam ini. Kehidupan ini ku tanam dengan prinsip yang ku pegang.
Seperti khalnya putaran roda,aku pernah mengalami satu yang membuat ku tak berdaya. Tapi semua itu
aku dapatkan tanpa adanya kepusan tersendiri.
Terdengar alunan langkah kaki
menuju ke ruangan kerja ku. Jari-jemari tangan mengetuk kerasnya kayu pintu
berpelitur mengkilat.
“Permisi...!!”
“Masuk..!” Sambil
melangkahkan ketukan jemari tangan di keyboard dengan lincah.
“Ada
berkas yang harus di pelajari buat meeting nanti,bu...”
“Ya,taruk di meja”
“Baik bu,Permisi...!”
“Hmmmmm.....!!”
Meeting siang
itu berjalan dengan lancar sesuai dengan yang di harapkan. Setelah semua yang
di harapkan berhasil Pak Agus lebih mempercayai ku. Pak Agus mengangkat jabatan
ku lebih tinggi.
JJJ
Keberhasilan yang telah ku
peroleh tak akan ku biarkan musnah begitu saja. Aku harus bisa jauh lebih
berhasil dari sekarang. Puncak tertinggi harus aku dapatkan dan itu harus
terwujud. Semangat itu yang membuat ku terjerumus ke lembah hitam. Akankah
sebuah prinsip ku lakukan seumur hidup..??
“
Mungkin hari ini aku tidak dapat bertemu langsung dengan anda”
“Kenapa
pak ...?”
“Saya
ada keperluan mendadak.....maaf sebelumnya”
“Baiklah...”
“Nanti
ada orang kepercayaan saya pak,jadi
tenang saja”
“Iya
pak”
Ucapan itu terdengar begitu saja. Tanpa tahu sosok yang di
maksud, zcvPak Agus berkomunikasi dengan klayennya. Tiba-tiba suara itu tak
terdengar lagi.
“Tolong
panggilkan Mitha ke ruangan ku.” Sambil menyambungkan alat
komunikasi pada sekertaris.
Beberapa menit berlalu Mitha pun
menghampiri Pak Agus di ruangannya. Pak Agus menjelaskan maksudnya memanggil Mitha
ke ruangannya. Pak Agus menyuruh Mitha untuk menggantikannya meeting.
***
Semua kepercayaan yang Pak Agus
berikan tak pernah aku sia-siakan begitu saja. Meski sedikit peluang picik akan
ku lakukan demi mewujudkan ketidak puasan ku.
Trrrrrrriiiinnnggg...!!!
Lampu kecil menyalah begitu saja,
sms masuk aku buka.
By
: Pak Leo
Sukses besar akan mengunjungi kita dengan segera.
Jadi bersiaplaH ...
“Ha...
ha... ha....” Terbahaknya suara ku,mendengar
berita itu.
“
Akhirnyaaaaaa...” Begitu
kerasnya kata itu keluar dari mulut manis ku.
JJJ
Pagi itu rencana ku lancar tanpa Pak
Agus ketahui. Ratusan juta uang telah masuk begitu saja ke dalam rekening ku.
Pasang mata tak mengetahuinya. Hanya contoh dari Pak Leo lah yang membuat ku
menjadi seperti ini. Kebusukan mulai
tercium oleh Pak Agus, tersadar bahwa
kebusukan ku telah tercium, jiwa ini mulai merasa khawatir.
“
Saya memberi kepercayaan bukan untuk kamu disalah gunakan ...” Dengan
nada tinggi
“Tapppiiii
pak apa salah saya ???” Nada pelan terlintas
“
Bukannya kamu telah mengkorupsi dana untuk pembangunan gedung di Bumi Indah..??” Lensa
mata menjulur menandakan kemarahan yang amat sangat.
Tanpa banyak berkata-kata aku
memberanikan diri untuk mengakui semuanya.
“Maafkan
saya pak.”
“Maaf
kamu bilang..?? kata maaf takkan bisa mengembalikan semuanya. Jadi siapkan diri
mu buat mendekam di jeruji besi.”
“Tapi
pak, apa tak ada jalan lain buat menyelesaikan masalah ini..?”
“Sudahlah
kamu tak perlu berkata-kata lagi. Sekarang silahkan tinggalkan kantor ini.”
Dengan berat hati aku melangkahkan kaki ku pergi meninggalkan
kantor.
LLL
Mendekam di
jeruji besi tak pernah terfikirkan dalam lubuk hati ini. Penyesalanlah yang
membuat ku teringat sesuatu. Perjuangan sang pencerah yang telah mendidikku dengan baik. Namun tak
pernah ku ikuti semua yang beliau ajarkan.
Gulungan ombak mengikis karang
Kesepian dan kerasnya karang
Membawa akan teringatnya kenangan
Gerhana bulan merenangi
Redupnya planet di tata surya
Membawa kenangan akan masa kecil
Bayangan kosong melintasi
pupil
Tanpa terasa air mata
membasahi kornea
Sepenuh hati aku
merindukannya
Kehangatan surya akan dekapan
jemari tangannya
Malam pekat berkabut awan
kehitaman. Semilir angin kencang menampar wajah ku. Tebalnya jaket yang kupakai
tak memberi kehangatan tersendiri bagi tubuh ku. Semua usaha yang ku lakukan
pupus begitu saja.
Tak ada lagi
yang bisa ku lakukuan untuk menghangatkan badan.
“AduuuccchHh...!! Dari pada kedinginan
seperti ini lebih baik aku tidur sajalah.”
Mencoba terbang
ke alam mimpi dan lupakan semua yang telah terjadi.
Teng..teng..teng...!!!
Jarum jam menunjukkan waktu
tengah malam. Detak alunan bunyi jam dengan lantang terlintas di telinga ku.
Lagi-lagi mengusik ketenangan ku untuk beristirahat dengan nyaman.
***
Tangisan ibu saat menjenguk ku di
tahanan mengingatkan ku pada banyak hal. Pada ketabahan dan kekuatan yang telah
ibu lakukuan selama ini. Tanpa sosok seorang ayah yang mendampingi. Segala
usaha ibu lakukan buat aku supaya bisa bersekolah dan meniti karir untuk
menjalani kehidupan kukelak, karena itu ibu tak ingin terpacu pada prinsip nenekku
yang beranggapan bahwa seorang wanita tidak perlu terlalu pandai, dalam arti
tidak perlu bersekolah. Perempuan hanya perlu mendapatkan kepandaian apa
adanya. Lalu persoalan akan terselesaikan dengan cara menikah. Kemudian
melahirkan,merawat dan memberi bekal
akhlak untuk generasi penerus bangsa.
Jerih payah yang aku lakukan selama
ini tidak bisa membuat ibuku bangga. Aku malah membuat beliau malu atas semua
yang telah aku perbuat. Bagai pohon yang indah dan berbuah busuk.
LLL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar