Sudah lebih dari 2 tahun yang lalu, sejak aku dinyatakan
menghembuskan nafas terakhir oleh tim medis rumah sakit. secara medis
aku sudah dinyatakan mati, jantungku berhenti berdetak, paru-paru ku tak
lagi menghembuskan udara dan otak ku juga tak bereaksi. Kematian ku
begitu mendadak, aku tak pernah punya penyakit serius dan aku juga tak
mengalami kecelakaan ataupun kejadian yang membunuhku, aku mati begitu
saja. Tiba-tiba saja aku merasa di tempat yang asing, tempat yang gelap,
dingin dan sepi. Tak ada cahaya yang menuntun jalanku, tak ada suara
yang membimbing dan tak ada seorangpun yang menemaniku. Aku merasa
ringan, melayang tanpa tujuan. Tapi yang aneh setelah setahun lebih, aku
hidup begitu saja, seorang proffesor pun tak bisa menjelaskan kenapa
dan bagaimana bisa terjadi, hingga aku bangkit dari kematian.
Kematian membuat aku lebih menghargai hidup. Membuat aku mengerti betapa indahnya hidup dan betapa berartinya mereka yang aku cintai dan mereka yang mencintaiku. Aku sudah pernah mati dan aku yakin suatu saat aku akan mati lagi, tapi sebelum itu terjadi (lagi), aku harus melakukan sesuatu yang berarti. Sesuatu yang membuat orang mengerti tentang arti hadirku.
Saat kebangkitanku itu aku menemukan seorang bidadari, ” Hai sayang sudah lama nunggu ya? ” Arni menyapaku”, dia adalah wanita yang sangat aku cintai dan aku yakin dia mencintai aku seperti aku mencintainya. Aku membalas sapanya dengan senyum dan kecupan kecil di dahinya. Setelah kematian itu aku dekat dengan dengan Arni, sepertinya apa yang aku lakukan hanya untuk dirinya. Bahkan aku melewatkan keseharianku hanya untuk menemani dia baik di rumah maupun di kantor. Mungkin aku takut jika harus berpisah atau kehilangan dia.
Arni benar-benar bidadari dalam hidupku, dia bukan wanita yang tanpa cela, hanya saja dia sempurna bagiku. Aku sanggup melakukan apa saja hanya untuk mebuatnya tersenyum, senyum yang menerangi sisi gelap dunia, senyum yang memberi aku semangat dan kekuatan, membuat hidup menjadi lebih berarti. Demi Tuhan Sang Pencipta cinta, aku tak akan pernah mengkhianati cinta yang dia berikan. Mungkin aku harus berterima kasih kepada dewa maut yang telah menunjukkan berartinya cinta Arni.
Hari berganti hari, lalu pada suatu ketika; suatu peristiwa terjadi antara aku dan dia, mata kami sayu menatap ombak yang tak pernah berhenti. Suara air yang mencoba meraih pantai mendesir, mengiringi hembusan nafas yang penuh cinta. Jemariku memegang erat jemari mungil Arni, sesekali aku mencium punggung tangannya yang tampak mulai kedinginan. ” Aku mencintaimu” aku berbisik mesra, Arni hanya tersenyum. Mengusap rambut ku, dan mengambil beberapa butir pasir yang menempel. Menyandarkan kepalanya di dalam pelukan ku.
Aku menatap matanya, memberikan ciuman di bibir merahnya dan entah bagaimana cinta mulai mnghangatkan gairah. Membiarkan tubuh kami yang tanpa busana beradu mesra. Tubuh kami bersatu dalam cinta, nafas kami mendesah berirama, seperti menyanyikan lagu tentang kenikmatan.
Aku merasa bersalah kepada Arni, karena aku telah menodai cintanya dengan nafsu dan gairah yang penuh dosa. Tapi kejadian malam itu membuat aku jauh lebih mencintai dia.
Aku berdiri di halaman kantornya, seharusnya Arni sudah keluar dari kantornya sejak satu jam yang lalu. Mungkin dia sedang ada pekerjaan penting tambahan. Dua jam berlalu tapi Arni belum juga keluar dari kantornya. Aku mencoba menghubungi ponselnya tapi sia-sia, ponselnya dimatikan. Tanpa banyak kata aku langsung pergi ke rumahnya, berharap bisa menemuinya. Tapi percuma tidak ada seorang pun di rumahnya yang mau berbicara dengan aku, tidak ada yang mau menemui aku. Mereka seperti menganggap aku tidak ada.
Apakah kejadian malam itu yang membuat Arni dan keluarganya menjadi seperti ini. Mungkin mereka marah karena aku telah menodai putri yang mereka banggakan. Mungkin mereka sangat marah...!!!!!
Seminggu telah berlalu tapi aku masih belum bisa menemui Arni, ponselnya tak pernah aktif. Dia juga tak pernah ke kantor dan keluarganya pun menutup mulut dan hati mereka dengan rapat. Mereka enggan berbicara denganku. Sementara aku semakin merasakan rindu yang menggebu. Tanpa tatapan matanya hidup ku terasa hampa, tanpa senyumannya aku merasa lemah.
Dengan tanpa harapan aku pergi lagi ke rumahnya, berharap kali ini aku mendapat perlakuan yang lebih baik, tapi sia-sia, semuanya masih sama. Aku memutuskan untuk menunggu di depan rumahnya, dengan harapan dia mau keluar untuk menemui aku.
Lebih dari dua jam berlalu,tapi Arni belum juga keluar untuk menemui aku. Aku melihat pintu garasi rumahnya terbuka, sebuah sedan keluar dari pagar rumahnya. Aku melihat Arni dan ayahnya di dalam mobil itu. Aku segera mengikuti kemana mobil itu pergi mobil Arni berhenti di depan sebuah gedung berlantai dua dari bentuk bangunannya sepertinya itu rumah sakit, bukan rumah sakit biasa, tapi rumah sakit jiwa. Aku kembali bertanya tentang apa yang terjadi pada Arni.
Arni dan ayahnya masuk ke sebuah ruangan yang sepertinya ruang praktek seorang dokter ahli penyakit jiwa, tak lama kemudian ayahnya keluar dari ruangan itu , meninggalkan Arni di dalam. Aku memalingkan muka beruasaha agar tak terlihat oleh ayahnya.
Pintu ruangan itu terbuka, berharap Arni yang keluar dari ruangan itu, ternyata benar Arni keluar dari ruangan itu. Dia melihat ke arah ku, menatap diriku sejenak, dan kemudian pergi begitu saja seolah tak pernah melihat aku. Aku segera berlari mengikutinya.
” ARNI-ARNI !!!” aku memanggilnya dengan keras, memastikan dia bisa mendengar suaraku. Arni menoleh ke belakang, menghentikan langkahnya.
” Arni, aku hanya ingin bicara. Beri kesempatan aku bicara”.
” Ikuti aku, aku tidak bisa berbicara denganmu di sini ” Arni menjawab dengan suara lirih.
Arni mengajakku ke sebuah tempat yang sepi, sangat sepi. Sepertinya aku pernah ke tempat ini, tapi aku tidak tahu tempat ini, seperti sebuah pemakaman.
” Kenapa kamu menjauhi aku? Apa karena kejadian malam itu ?”
” Bukan, bukan karena malam itu. Malam itu tak terjadi apa-apa”
“ Apa maksudmu? Bukankah malam itu kita berdua benar-benar menikmatinya, menikmati cinta dan gairah yang berpadu menjadi satu. Aku mengerti jika karena kejadian itu kamu menghindar untuk bertemu aku. Mungkin kamu kecewa karena aku tak bisa memisahkan antara cinta dan nafsu. ” aku berbicara panjang, menunjukkan aku yang tak mengerti dengan apa yang ada di dalam pikiran Arni.
” Bukan . Aku menjauhi mu karena kamu tidak nyata, kejadian malam itu tidak nyata. Semua hanya ilusi, kamu sudah mati. ” Arni menjawab dengan kata-kata yang membuat aku lebih tidak mengerti.
” Aku memang sudah pernah mati, tapi aku hidup lagi. Aku hidup lagi untuk mencintaimu. Dan sekarang aku di sini, masih mencintai mu.”
” Kamu sudah mati, dan sekarang kamu masih mati. Saat ini kamu hidup hanya sebagai ilusi, sebagai bayangan yang tercipta dari hati dan pikiran ku. Hatiku yang terluka dan pikiran yang hampa karena kesedihan yang begitu hebat yang pernah menimpaku.” Tapi jika aku hanya ilusi, bagaimana aku bisa menjadi begitu nyata. Aku bisa menyentuh mu, berbicara dengan mu, membelai tubuh mu dan merasakan nikmatnya nafsu. ”
” Itulah rahasia alam pikiran manusia, sama seperti mimpi. Di dalam mimpi kita bisa merasakan sakit dan ketakutan, bahagia dan gembira, sama seperti yang kita rasakan di alam nyata. Karena sebenarnya mimipi dan kenyataan itu sama, sama-sama terjadi karena impuls listrik di sistem syaraf kita (*).” Arni mencoba menjelaskan kepada aku.
” Pernahkah kamu bertanya, kenapa setelah bangkit dari kematian kamu hanya memberikan waktu mu untuk menemani aku. Kenapa kamu tidak punya kehidupan lain, selain menjadi seorang yang mencintai ku. Semua itu karena aku yang menciptakan mu, aku membuatmu hanya untuk menemani aku, hanya untuk mencintai aku. ”
Aku terdiam, apa yang dikatakan Arni memang benar, aku tak punya kehidupan, selain sebagai seorang kekasihnya.
” Jika memang seperti itu, biarkan aku seperti ini. Menjadi bayangan dan ilusi yang terus menemani dan selalu mencintai. ”
” Tidak aku harus kembali ke kehidupan nyata. Aku harus melupakan mu dan karena aku yang menciptakanmu, aku juga yang akan memusnahkanmu. Dokter ahli jiwa itu telah mengajari aku bagaimana cara untuk menjauhkan dirimu dan sekarang aku sudah tahu bagaimana cara untuk memusnahkanmu. ” Dan disini bersama seseorang yang menyayangiku dan memperhatikanku.
Aku tak mampu berkata, tak sanggup untuk melawan. Aku hanya bagian dari kesedihan, hanya air mata yang tak terhapuskan atau hanya sebuah luka yang menganga. Semuanya kembali gelap, dingin dan sepi, tubuh ku mulai terasa ringan, kembali melayang tanpa tujuan. Saat itu ia mengajakku ke sebuah makam, dan batu nisan itu tertulis namaku...
Kematian kembali menghantuiku ataukah Aku benar-benar telah mati???
apa yang kamu butuhkan?...
apa aq salah mencintaimu?...
aq berharap dapat seperti dulu lagi, bersama denganmu dan hanya denganmu???...
sayang, aq rindu ketentraman? tiada pernahkah kamu mengerti perasaanku!
aq juga berharap, kamu adalah bidadari yang dapat menghidupkanku kembali
ASTAGHFIRULLOOHAL 'ADHIIM
WALAA HAULA WALAA QUUWATA ILLAA BILLAAHIL 'ALIIYIL 'ADHII
Kematian membuat aku lebih menghargai hidup. Membuat aku mengerti betapa indahnya hidup dan betapa berartinya mereka yang aku cintai dan mereka yang mencintaiku. Aku sudah pernah mati dan aku yakin suatu saat aku akan mati lagi, tapi sebelum itu terjadi (lagi), aku harus melakukan sesuatu yang berarti. Sesuatu yang membuat orang mengerti tentang arti hadirku.
Saat kebangkitanku itu aku menemukan seorang bidadari, ” Hai sayang sudah lama nunggu ya? ” Arni menyapaku”, dia adalah wanita yang sangat aku cintai dan aku yakin dia mencintai aku seperti aku mencintainya. Aku membalas sapanya dengan senyum dan kecupan kecil di dahinya. Setelah kematian itu aku dekat dengan dengan Arni, sepertinya apa yang aku lakukan hanya untuk dirinya. Bahkan aku melewatkan keseharianku hanya untuk menemani dia baik di rumah maupun di kantor. Mungkin aku takut jika harus berpisah atau kehilangan dia.
Arni benar-benar bidadari dalam hidupku, dia bukan wanita yang tanpa cela, hanya saja dia sempurna bagiku. Aku sanggup melakukan apa saja hanya untuk mebuatnya tersenyum, senyum yang menerangi sisi gelap dunia, senyum yang memberi aku semangat dan kekuatan, membuat hidup menjadi lebih berarti. Demi Tuhan Sang Pencipta cinta, aku tak akan pernah mengkhianati cinta yang dia berikan. Mungkin aku harus berterima kasih kepada dewa maut yang telah menunjukkan berartinya cinta Arni.
Hari berganti hari, lalu pada suatu ketika; suatu peristiwa terjadi antara aku dan dia, mata kami sayu menatap ombak yang tak pernah berhenti. Suara air yang mencoba meraih pantai mendesir, mengiringi hembusan nafas yang penuh cinta. Jemariku memegang erat jemari mungil Arni, sesekali aku mencium punggung tangannya yang tampak mulai kedinginan. ” Aku mencintaimu” aku berbisik mesra, Arni hanya tersenyum. Mengusap rambut ku, dan mengambil beberapa butir pasir yang menempel. Menyandarkan kepalanya di dalam pelukan ku.
Aku menatap matanya, memberikan ciuman di bibir merahnya dan entah bagaimana cinta mulai mnghangatkan gairah. Membiarkan tubuh kami yang tanpa busana beradu mesra. Tubuh kami bersatu dalam cinta, nafas kami mendesah berirama, seperti menyanyikan lagu tentang kenikmatan.
Aku merasa bersalah kepada Arni, karena aku telah menodai cintanya dengan nafsu dan gairah yang penuh dosa. Tapi kejadian malam itu membuat aku jauh lebih mencintai dia.
Aku berdiri di halaman kantornya, seharusnya Arni sudah keluar dari kantornya sejak satu jam yang lalu. Mungkin dia sedang ada pekerjaan penting tambahan. Dua jam berlalu tapi Arni belum juga keluar dari kantornya. Aku mencoba menghubungi ponselnya tapi sia-sia, ponselnya dimatikan. Tanpa banyak kata aku langsung pergi ke rumahnya, berharap bisa menemuinya. Tapi percuma tidak ada seorang pun di rumahnya yang mau berbicara dengan aku, tidak ada yang mau menemui aku. Mereka seperti menganggap aku tidak ada.
Apakah kejadian malam itu yang membuat Arni dan keluarganya menjadi seperti ini. Mungkin mereka marah karena aku telah menodai putri yang mereka banggakan. Mungkin mereka sangat marah...!!!!!
Seminggu telah berlalu tapi aku masih belum bisa menemui Arni, ponselnya tak pernah aktif. Dia juga tak pernah ke kantor dan keluarganya pun menutup mulut dan hati mereka dengan rapat. Mereka enggan berbicara denganku. Sementara aku semakin merasakan rindu yang menggebu. Tanpa tatapan matanya hidup ku terasa hampa, tanpa senyumannya aku merasa lemah.
Dengan tanpa harapan aku pergi lagi ke rumahnya, berharap kali ini aku mendapat perlakuan yang lebih baik, tapi sia-sia, semuanya masih sama. Aku memutuskan untuk menunggu di depan rumahnya, dengan harapan dia mau keluar untuk menemui aku.
Lebih dari dua jam berlalu,tapi Arni belum juga keluar untuk menemui aku. Aku melihat pintu garasi rumahnya terbuka, sebuah sedan keluar dari pagar rumahnya. Aku melihat Arni dan ayahnya di dalam mobil itu. Aku segera mengikuti kemana mobil itu pergi mobil Arni berhenti di depan sebuah gedung berlantai dua dari bentuk bangunannya sepertinya itu rumah sakit, bukan rumah sakit biasa, tapi rumah sakit jiwa. Aku kembali bertanya tentang apa yang terjadi pada Arni.
Arni dan ayahnya masuk ke sebuah ruangan yang sepertinya ruang praktek seorang dokter ahli penyakit jiwa, tak lama kemudian ayahnya keluar dari ruangan itu , meninggalkan Arni di dalam. Aku memalingkan muka beruasaha agar tak terlihat oleh ayahnya.
Pintu ruangan itu terbuka, berharap Arni yang keluar dari ruangan itu, ternyata benar Arni keluar dari ruangan itu. Dia melihat ke arah ku, menatap diriku sejenak, dan kemudian pergi begitu saja seolah tak pernah melihat aku. Aku segera berlari mengikutinya.
” ARNI-ARNI !!!” aku memanggilnya dengan keras, memastikan dia bisa mendengar suaraku. Arni menoleh ke belakang, menghentikan langkahnya.
” Arni, aku hanya ingin bicara. Beri kesempatan aku bicara”.
” Ikuti aku, aku tidak bisa berbicara denganmu di sini ” Arni menjawab dengan suara lirih.
Arni mengajakku ke sebuah tempat yang sepi, sangat sepi. Sepertinya aku pernah ke tempat ini, tapi aku tidak tahu tempat ini, seperti sebuah pemakaman.
” Kenapa kamu menjauhi aku? Apa karena kejadian malam itu ?”
” Bukan, bukan karena malam itu. Malam itu tak terjadi apa-apa”
“ Apa maksudmu? Bukankah malam itu kita berdua benar-benar menikmatinya, menikmati cinta dan gairah yang berpadu menjadi satu. Aku mengerti jika karena kejadian itu kamu menghindar untuk bertemu aku. Mungkin kamu kecewa karena aku tak bisa memisahkan antara cinta dan nafsu. ” aku berbicara panjang, menunjukkan aku yang tak mengerti dengan apa yang ada di dalam pikiran Arni.
” Bukan . Aku menjauhi mu karena kamu tidak nyata, kejadian malam itu tidak nyata. Semua hanya ilusi, kamu sudah mati. ” Arni menjawab dengan kata-kata yang membuat aku lebih tidak mengerti.
” Aku memang sudah pernah mati, tapi aku hidup lagi. Aku hidup lagi untuk mencintaimu. Dan sekarang aku di sini, masih mencintai mu.”
” Kamu sudah mati, dan sekarang kamu masih mati. Saat ini kamu hidup hanya sebagai ilusi, sebagai bayangan yang tercipta dari hati dan pikiran ku. Hatiku yang terluka dan pikiran yang hampa karena kesedihan yang begitu hebat yang pernah menimpaku.” Tapi jika aku hanya ilusi, bagaimana aku bisa menjadi begitu nyata. Aku bisa menyentuh mu, berbicara dengan mu, membelai tubuh mu dan merasakan nikmatnya nafsu. ”
” Itulah rahasia alam pikiran manusia, sama seperti mimpi. Di dalam mimpi kita bisa merasakan sakit dan ketakutan, bahagia dan gembira, sama seperti yang kita rasakan di alam nyata. Karena sebenarnya mimipi dan kenyataan itu sama, sama-sama terjadi karena impuls listrik di sistem syaraf kita (*).” Arni mencoba menjelaskan kepada aku.
” Pernahkah kamu bertanya, kenapa setelah bangkit dari kematian kamu hanya memberikan waktu mu untuk menemani aku. Kenapa kamu tidak punya kehidupan lain, selain menjadi seorang yang mencintai ku. Semua itu karena aku yang menciptakan mu, aku membuatmu hanya untuk menemani aku, hanya untuk mencintai aku. ”
Aku terdiam, apa yang dikatakan Arni memang benar, aku tak punya kehidupan, selain sebagai seorang kekasihnya.
” Jika memang seperti itu, biarkan aku seperti ini. Menjadi bayangan dan ilusi yang terus menemani dan selalu mencintai. ”
” Tidak aku harus kembali ke kehidupan nyata. Aku harus melupakan mu dan karena aku yang menciptakanmu, aku juga yang akan memusnahkanmu. Dokter ahli jiwa itu telah mengajari aku bagaimana cara untuk menjauhkan dirimu dan sekarang aku sudah tahu bagaimana cara untuk memusnahkanmu. ” Dan disini bersama seseorang yang menyayangiku dan memperhatikanku.
Aku tak mampu berkata, tak sanggup untuk melawan. Aku hanya bagian dari kesedihan, hanya air mata yang tak terhapuskan atau hanya sebuah luka yang menganga. Semuanya kembali gelap, dingin dan sepi, tubuh ku mulai terasa ringan, kembali melayang tanpa tujuan. Saat itu ia mengajakku ke sebuah makam, dan batu nisan itu tertulis namaku...
Kematian kembali menghantuiku ataukah Aku benar-benar telah mati???
apa yang kamu butuhkan?...
apa aq salah mencintaimu?...
aq berharap dapat seperti dulu lagi, bersama denganmu dan hanya denganmu???...
sayang, aq rindu ketentraman? tiada pernahkah kamu mengerti perasaanku!
aq juga berharap, kamu adalah bidadari yang dapat menghidupkanku kembali
ASTAGHFIRULLOOHAL 'ADHIIM
WALAA HAULA WALAA QUUWATA ILLAA BILLAAHIL 'ALIIYIL 'ADHII
Tidak ada komentar:
Posting Komentar